Lombok dikenal sebagai pulau Seribu masjid. Ulama/tokoh
Islam banyak lahir di Pulau yang kini semakin dikenal dengan eksotisme
alamnya.
Selain Maulanasyeikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, selaku pendiri dari NWDI dan NBDI, masyarakat NTB khususnya Lombok juga mengenal tokoh agama lainnya satu diantaranya ialah Tuan Guru Haji (TGH) Umar Kelayu.
Ia lahir pada tahun 1200 Hijriyah. Orang tuanya bernama Kyai Ratna yang terkenal sangat pemurah terhadap fakir miskin dan para musafir. Neneknya bernama Kyai Nurul Huda.
Salah satu sumber menyebutkan, masyarakat Lombok memanggil TGH Umar Kelayu dengan Tuan Guru Haji Ahmat Tretetet hingga akhir hayatnya.
Panggilan tersebut diberikan lantaran Ahmat Tretetet dikenal sangat tekun memberikan bimbingan pengajian dari satu rumah ke rumah yang lain.
Semasa menimba ilmu Ahmat Tretetet belajar ilmu-ilmu agama di pulau Lombok dan di tanah suci Mekkah. Awal mulanya belajar membaca Al Qur’an di Tanjung, kemudian ke Sekarbela pada TGH. Mustafa dan Haji Amin di Sesela.
Diusia 14 tahun, Ahmat Tretetet diperintahkan ke Mekkah untuk naik Haji oleh sang ayah. Di Mekkah Ahmat Tretetet berguru tentang hadits pada Syekh Mustafa Afifi, Syekh Abdul Karim, dan Syekh Zaenuddin Sumbawa sedang pelajaran Sufi diperoleh dari seorang ulama di Madinah.
Satu tahun belajar ilmu agama di Mekkah, ia kembali ke kampung halaman dan mengabdikan berbagai ilmu yang telah diperolehnya dari Mekkah.
Dari berbagai sumber menyebutkan, selama hidupnya, Ahmat Tretetet dikenal sebagai ulama yang senang dengan anak kecil.
Bahkan, tidak jarang ia memberikan sesuatu kepada anak-anak yang ditemuinya di perjalanan. Ahmat Tretetet juga dikenal sebagai orang santun dan murah senyum.
Selain Maulanasyeikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, selaku pendiri dari NWDI dan NBDI, masyarakat NTB khususnya Lombok juga mengenal tokoh agama lainnya satu diantaranya ialah Tuan Guru Haji (TGH) Umar Kelayu.
Ia lahir pada tahun 1200 Hijriyah. Orang tuanya bernama Kyai Ratna yang terkenal sangat pemurah terhadap fakir miskin dan para musafir. Neneknya bernama Kyai Nurul Huda.
Salah satu sumber menyebutkan, masyarakat Lombok memanggil TGH Umar Kelayu dengan Tuan Guru Haji Ahmat Tretetet hingga akhir hayatnya.
Panggilan tersebut diberikan lantaran Ahmat Tretetet dikenal sangat tekun memberikan bimbingan pengajian dari satu rumah ke rumah yang lain.
Semasa menimba ilmu Ahmat Tretetet belajar ilmu-ilmu agama di pulau Lombok dan di tanah suci Mekkah. Awal mulanya belajar membaca Al Qur’an di Tanjung, kemudian ke Sekarbela pada TGH. Mustafa dan Haji Amin di Sesela.
Diusia 14 tahun, Ahmat Tretetet diperintahkan ke Mekkah untuk naik Haji oleh sang ayah. Di Mekkah Ahmat Tretetet berguru tentang hadits pada Syekh Mustafa Afifi, Syekh Abdul Karim, dan Syekh Zaenuddin Sumbawa sedang pelajaran Sufi diperoleh dari seorang ulama di Madinah.
Satu tahun belajar ilmu agama di Mekkah, ia kembali ke kampung halaman dan mengabdikan berbagai ilmu yang telah diperolehnya dari Mekkah.
Dari berbagai sumber menyebutkan, selama hidupnya, Ahmat Tretetet dikenal sebagai ulama yang senang dengan anak kecil.
Bahkan, tidak jarang ia memberikan sesuatu kepada anak-anak yang ditemuinya di perjalanan. Ahmat Tretetet juga dikenal sebagai orang santun dan murah senyum.
Selama mengabdikan ilmunya Tuan Guru Haji Ahmat Tretetet dikenal
sebagai ulama kharismatis sehingga murid-muridnya juga menjadi tokoh
agama panutan masyarakat NTB. Bahkan muridnya-muridnya pun ada dari luar
Lombok seperti Haji Abdul Fatta dari Pontianak, Haji Dana dari
Palembang, Haji Nawawi dari Lampung dan Haji Abdurrahman dari Kedah
Malaysia.
Sementara muridnya yang asal Lombok antara lain Haji Rais dari Sekarbela, Haji Mohammad Saleh dari Bengkel, Haji Abdul Hamid dari Pejeruk Ampenan, Haji As’ari dari Sekarbela, Haji Abdul Karim dari Praya, Haji Malin dari Pagutan, Haji Syarafuddin dari Pancor dan Haji Badarul Islam dari Pancor.
Selain karena gemar bersama anak-anak kecil dan terus berjalan dari rumah ke rumah mengabdikan ilmunya, julukan Ahmat Tretetet menurut satu sumber karena bibirnya selalu mengeluarkan suara ‘tretetet.’ Ia juga biasa mengucapkan kata ‘halal’ sambil tertawa lucu.
Tuan Guru Tretetet juga dikenal orang sebagai sosok misterius. Tretetet dikenal sebagai ulama yang berbeda dengan ulama lainnya pada zaman itu.
Ahmat Tretetet wafat pada 19 Desember 1985. Ia dimakamkan di Desa Karang Kelok, Kelurahan Monjok, Kota Mataram. Makamnya ditutupi bangunan bercat biru dan dikelilingi pagar kayu.
Di makamnya, terdapat tulisan “Makam Datuk Assyaikh Tuan Guru Haji Ahmat Tretetet bin Tuan Guru Haji Umar Kelayu”. Di dalam ruangan berukuran 4 kali 4 meter, terdapat makam bertutupkan kain hijau yang kedua nisannya terbungkus kain putih. Di dalamnya, juga ada kendi terbuat dari tanah liat dan berisi air.
Terpasang juga bingkai foto bergambar seseorang berpakaian putih dan bersorban putih. Meski pakaiannya terlihat lusuh, sosok bersorban difoto itu tampak tersenyum ramah.
Sementara muridnya yang asal Lombok antara lain Haji Rais dari Sekarbela, Haji Mohammad Saleh dari Bengkel, Haji Abdul Hamid dari Pejeruk Ampenan, Haji As’ari dari Sekarbela, Haji Abdul Karim dari Praya, Haji Malin dari Pagutan, Haji Syarafuddin dari Pancor dan Haji Badarul Islam dari Pancor.
Selain karena gemar bersama anak-anak kecil dan terus berjalan dari rumah ke rumah mengabdikan ilmunya, julukan Ahmat Tretetet menurut satu sumber karena bibirnya selalu mengeluarkan suara ‘tretetet.’ Ia juga biasa mengucapkan kata ‘halal’ sambil tertawa lucu.
Tuan Guru Tretetet juga dikenal orang sebagai sosok misterius. Tretetet dikenal sebagai ulama yang berbeda dengan ulama lainnya pada zaman itu.
Ahmat Tretetet wafat pada 19 Desember 1985. Ia dimakamkan di Desa Karang Kelok, Kelurahan Monjok, Kota Mataram. Makamnya ditutupi bangunan bercat biru dan dikelilingi pagar kayu.
Di makamnya, terdapat tulisan “Makam Datuk Assyaikh Tuan Guru Haji Ahmat Tretetet bin Tuan Guru Haji Umar Kelayu”. Di dalam ruangan berukuran 4 kali 4 meter, terdapat makam bertutupkan kain hijau yang kedua nisannya terbungkus kain putih. Di dalamnya, juga ada kendi terbuat dari tanah liat dan berisi air.
Terpasang juga bingkai foto bergambar seseorang berpakaian putih dan bersorban putih. Meski pakaiannya terlihat lusuh, sosok bersorban difoto itu tampak tersenyum ramah.